Ziarah 3 – Ke Makam Sang Penggubah Shalawat Burdah

Dari Kairo (Qahira) kita menuju kota Alexandria (Iskandariyah). Kita tahu nama kota ini diambil dari nama raja kerajaan Makedonia dari masa Yunani Kuno, Alexander, yang menguasai kota ini di zaman kuno.

Memasuki kota ini kau masih temui karakteristik kota Mesir yang sama, perempatan-perempatan tanpa lampu lalu lintas. Jalan lurus, kau akan sampai di pantai yang terkenal indah itu. (Tapi jangan bandingkan dengan pantai-pantai di Nusantara ya.)

Apartemen lima lantai berjajar rapi di sepanjang jalan di bibir pantai laut Mediterania. Trotoar berpaving bersih tersenyum di bibir pantai yang telah menjadi latar shooting film Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih. Segera kau ingat adegan dalam film itu dengan merpati beterbangan, kan?

Tapi, ini hari Jumat, hari libur. Sore ini seperti Sabtu malam Minggu di Indonesia. Puadaaat. Kami langsung menuju restoran tepi pantai dan menikmati ikan bakar.

Perut yang lapar mempercepat ‘ritual’ makan dan kemudian aku jalan mengamati laut Mediterania di depanku. Laut ini yang sejak Romawi Kuno telah ramai dilayari beribu-ribu kapal militer dan beribu-ribu kapal dagang. Meski pantai ini tak seindah pantai Lombok pada umumnya, tapi pantai ini menyimpan catatan sejarah yang luar biasa. Dia menyimpan rekaman gedebag-gedebug kaki prajurit, menyaksikan para jenderal, mendenar tawa tangis, menerima tumpahan darah, air mata, dan tawa, dan juga lantunan puji-pujian terhadap Tuhan.

Masih tegak disana benteng yang dibangun oleh Sultan Al Ashraf An Nashr Syaifudin Qaitbay (dari dinasti Mamluk) pada tahun 1423 M. Karenanya benteng ini disebut Benteng Qaitbay. Melalui jalan yang mulai padat kami menuju benteng tersebut. Kulihat masih banyak Fiat 125 tahun 1970-an dan Hijet berseliweran. Setelah melewati Perpustakaan ALeksandria yang terkenal dan kemudian bunderan berhias motif merpati di perempatan terakhir, kami mendekati benteng itu.

Kami tak lama di situ karena itu bukan tujuan utama ziarah kami. Tapi, sungguh keindahan pantai mana pun menjadi lebih lekat di memori saat kau bercengkerama dengan senja. Demikian juga di pantai yang bibirnya menyangga benteng ini.

Rekan, di bus kami ada petugas polisi wisata. Beliau membantu kami membelah jalan yang sungguh padat selepas Maghrib. Ya, termasuk membantu menyewa patwal untuk kami.

Sirine mobil patwal polisi meraung-raung di depan kita. Meski membantu, tapi rasanya masih sulit bergerak.

Kemana kita? Sebentar.

Pernahkah kau dengar shawalt ini dari suaru dekat rumahmu?

يَا رَبِّ بِالْمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا، وَغْفِرْلَنَامَامَضَى يَاوَاسِعَ الْكَرَمِ

Ya Robbi bil Musthofa balligh maqoosidanaa, waghfirlanaa maamadhzo yaa wa-asi’al karomi.

هُوَالْحَبِيْبُ الَّذِيْ تُرْجَى شَفَاعَتُهُ ۞ لِكُلّ هَوْلٍ مِنَ الْأِهْوَالِ مُقْتَحِـــــــمِ

Huwalhabiibulladzi turjasyafaatuhu

likulli hauli minal ahwali muqtahami.

مَوْلَايَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا عَلىٰ حـَبِيْبِكَ خـَيْرِ الْخَلْقِ كًلِّهِمِ

Mawlaaya şalli wa sallim daa-iman abadan ‘Alaa Ĥabiibika Khayril khalqi kullihimi

dan seterusnya…

Ya, kita berziaah ke makam penggubah shalawat ini, Imam Muhammad Bin Said Bin Hamad As-Shonhaji Al-Bushiri (1211–1294 M).

Seperti yang kau ketahui shalawat ini bernama shalawat burdah. Ada kisah tersendiri kenapa shalawat ini disebut shalawat burdah. Burdah adalah jubah berwarna hijau. Bagaimana ceritanya burdah bisa berarti shalawat pujian kepada Rasulullah?

Seperti ulama zaman dulu, termasuk Imam Syafii, Imam Bushiri juga suka bersastra, juga seorang penyair. Suatu hari beliau kena serangan stroke dan lumpuh selama waktu yang tidak sebentar. Dalam pembaringan sakit itu beliau memohon syafaat kepada Rasulullah yang diungkapkan dengan syair-syair yang beliau cipta. Suatu malam beliau bermimpi didatangi Rasulullah. Di dalam mimpi itu, Rasulullah memberikan burdah kepada Imam Bushiri. Beliau terbangun dan kemudian berangsur-angsur sembuh dari lumpuhnya. Lalu dilengkapilah gubahan pujian kepada Rasullah tersebut. Itulah yang kemudian dikenal dengan nama shawalat burdah, yang kutipannya sering kita dengar dari corong surau-surau Jawa, baik di kota maupun di desa.

Dari syair Imam Bushiri inilah kemudian kata burdah berarti nyanyian pujian kepada Rasulullah saw. Syairnya disebut dengan shalawat burdah meski judul asli karyanya adalah al-Kawākib ad-durriyya fī Madḥ Khayr al-Bariyya (Wikipedia).

Konon, Salam Sholawat Burdah ada beberapa pasal (bab). Utamanya mengandung dua bagian. Yang pertama tentang kerinduan pada Nabi Muhammad SAW; yang kedua tentang bahaya hawa nafsu.

Kita sampai di lokasi makam. Ada dua masjid yang karena perluasan akhirnya menyatu dengan makam. Yang besar adalah masjid/makam dari guru Imam Bushiri, yaitu Imam Mursi. Di sampingnya, tidak lurus, adalah masjid yang menaungi makam Imam Bushiri. Di halaman beberapa orang menawarkan kitab shalawat burdah ini.

Kita pun masuk ke masjid, shalat, dan berziarah ke makam Imam Bushiri ini.

Makamnya terawat, meski tidak terhias dengan indah. Kita menghadiahkan alfatihah dan doa untuk beliau.

Sayup-sayup terdengar dari toa masjid dekat rumah di Joyo Grand, Mas Remas itu melantunkan petikan shalawat burdah.

Kali ini ada nuansa lain yang lebih menghunjam di dalam hati.

هُوَالْحَبِيْبُ الَّذِيْ تُرْجَى شَفَاعَتُهُ

لِكُلّ هَوْلٍ مِنَ الْأِهْوَالِ مُقْتَحِـــــــمِ

Huwalhabiibulladzi turjasyafaatuhu

likulli hauli minal ahwali muqtahami.

Dialah kekasih Allah yang syafaatnya diharapkan

dari tiap ketakutan dan bahaya yang datang menyergap

مَوْلَايَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا عَلىٰ حـَبِيْبِكَ خـَيْرِ الْخَلْقِ كًلِّهِمِ

Mawlaaya shalli wa sallim daa-iman abadan

‘Alaa Ĥabiibika Khayril khalqi kullihimi

Ya Tuhanku, limpahkanlah selalu rahmat dan keselamatan

atas kekasih-Mu yang terbaik di antara seluruh makhluk

==

Shalawat ini telah menjadi setengah keramat bagi banyak orang di Jawa. Menurut KH Musthofa Bisri yang dikutip Kyai Ahmad Wazir Ali, tidak ada syair yang dikeramatkan oleh banyak orang kecuali burdah. Pola pengungkapannya telah mengilhami para penyair setelahnya. Lalu terkenallah bahwa burdah adalah genre puisi Arab yang berisi puji-pujian kepada Rasulullah, tidak harus karya Imam Bushiri.

Ya Allah, anugerahkan banyak pahala kepada Imam Bushiri dan satukanlah beliau dengan kekasih-Mu, kekasih kita, Muhammad SAW. di Surga-Mu kelak. Aamiin

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Atas ↑